Oleh : Abdul Kholek, S.Sos. M.A
(Peneliti, Center for Social Movement Studies)
Polemik Quick Count
Pilkada
Kota Palembang 7 April 2013 terlaksana dengan lancar dan sukses hal ini dapat
dilihat dari tingginya tingkat partisipasi masyarakat yang mencapai 65 % dari
mata pilih. Kendati demikian quick count yang dilakukan oleh tiga lembaga
survei yaitu LSI, Pusat Kajian Kebijakan Strategis (Puskaptis), dan Lembaga Kajian
Publik Independen (LKPI) menyisakan kontroversi dan polemik didalam masyarakat.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan hasil dari ketiga lembaga tersebut, LSI
dengan penghitungan cepat mempublikasikan hasil tertinggi yaitu pasangan Romi-Harnojoyo
(44,10 persen), Sarimuda-Nelly (40,98 persen) dan Mularis-Husni (14,92 persen).
Sedangkan LKPI hasil quick count Sarimuda-Nelly (44,86 persen), Romi-Harnojoyo
(42,53 persen) dan Mularis-Husni (12,61 persen). Puskaptis juga menenmpatkan
Sarimuda-Nelly dengan suara terbanyak yaitu (44,81 persen), Romi-Harnojoyo
(44,64), Mularis-Husni (10,55 persen).
Perbedaan
hasil penghitungan cepat yang dilakukan oleh ketiga lembaga survei tersebut
sebenarnya cukup wajar dapat dilihat dari dua asumsi, pertama sisi ilmiah bahwa
metode dan sampel yang digunakan memang berbeda, hasil yang berbeda merupakan
temuan yang wajar. Hal ini harus dipahami oleh segenap masyarakat kota
Palembang. Kedua, keberpihakan, tidak dapat dipungkiri bahwa proses penghitungan
cepat yang dilakukan oleh ketiga lembaga tersebut memiliki unsur keperpihakan,
karena memang pada dasarnya sangat sulit melihat ruang independensi, dari
proses pelaksanaan penghitungan cepat tersebut.
Kondisi
tersebut akhirnya memunculkan polemik berupa klaim kemenangan masing-masing pihak yang
merasa telah menang sesuai dengan penghitungan beberapa lembaga survei tersebut.
Masyarakat awam dan kita semua tentunya bisa melihat bagaimana karangan bunga,
berita dikoran ucapan selamat atas terpilihnya kandidat Romi-Harnojoyo
berjejer, begitupun dengan Sarimuda-Nelly yang mendapatkan begitu banyak ucapan
selamat. Ucapan selamat dan dukungan merupakan tindakan cukup wajar dilakukan
oleh masing-masing kolega, simpatisan, dan juga tim sukses masing-masing
kandidat. Tetapi patut disadari oleh kedua bela pihak masih terlalu dini untuk
saling mengklaim kemenangan.
Berdasarkan
pengamatan dan mendengar obrolan masyarakat, mereka mulai merasakan hal yang
aneh, resah dengan kejadian saling klaim. Kita memahami bahwa karangan bunga,
ucapan di koran yang disampaikan bukanlah dari masyarakat kecil atau rakyat
biasa, karena biayanyapun relatif mahal, tetapi tindakan ini akan memberikan
efek yang luar biasanya bagi masyarakat luas. Bukankah ini bola panas yang
mulai digulirkan oleh masing-masing pendukung khususnya dari kalangan kelas
menangah. Dan sangat tidak bijak jika kondisi ini dibiarkan dan tidak ditertibkan
oleh aparat keamanan, karena harus disadari sejak dini fenomena tersebut bisa
menjadi salah satu pemicu munculnya konflik yang mungkin tidak pernah
terpredeksikan oleh kita semua.
Potensi Konflik
Membiarkan polemik
tetap menjalar menjadi isu publik bagi masyarakat luas, dalam pendekatan
konflik merupakan situasi yang cukup berbahaya. Secara tidak langsung konflik
laten mulai disemai oleh tindakan klaim oleh masing-masing kandidat. Meskipun
demikian pendekatan konflik selalu mendasarkan pada fluktuasi konfik yang
terjadi sebagai bentuk perulangan. Jika melihat catatan dinamika politik selama
ini di kota Palembang secara umum, belum ada catatan konflik yang berujung pada
kekerasan. Tetapi pepatah mencegah itu lebih baik dari pada mengobati, cukup
relevan untuk menganalisis kondisi saat ini.
Tetapi
memang sangat disanksikan kematangan mengelolah konflik oleh aparat terkait baik
tingkat lokal maupun tingkat nasional. Dalam prateknya kita seringkali
menyaksikan pemerintah akan cukup tanggap dan berusaha mencari solusi instan
setelah kejadian yang tidak diinginkan muncul. Kenyataan ini menguatkan dugaan
kita bahwa pihak yang berwenang terhadap situasi keamanan dan ketertiban tidak
pernah belajar dari pengalaman.
Jika
mengkaji lebih dalam saling klaim merupakan salah satu tindakan siap menang
tetapi belum siap untuk kalah dari masing-masing kandidat. Seharusnya
masing-masing kandidat bersikap kesatria dan tidak membiarkan propaganda meluas
didalam masyarakat, menggelinding menjadi bola api. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh masing-masing kandidat diantaranya menenangkan massa dan
simpatisannya mengenai keputusan akhir kemenangan ada ditangan KPU pada tanggal
14 April 2013. Tidak melakukan provokasi dan euforia yang berlebihan terhadap
hasil penghitungan cepat.
Selain itu
tindakan tegas dari pihak yang berwenang harus melakukan koordinasi dan penertiban
atas serangkaian serimonial yang berlebihan. Hal ini patut dilakukan untuk
mengantisipasi dan meminimalkan propaganda menjalar menjadi bola panas yang
akan memunculkan konflik kekerasan. Jika fenomena ini dianggap sebagai ruang ekspresi
dari masing-masing kandidat untuk merasakan kemenangan sesaat sebelum pengumuman
dari KPU secara formal, tetap dibiarkan mungkin kita semua akan berpikir ulang
untuk harus terus belajar dari pengalaman jika konflik meletus. Meskipun
demikian kita semua masih cukup optimis masyarakat Palembang pada umumnya masih
cukup cerdas untuk tidak termakan isu dan propaganda yang akan merugikan diri
mereka sendiri. Berharap Palembang tetap damai...Semoga...!!!